Senin, 14 November 2011

Meraba Keintiman di Dalam Kantor

Pagi ini begitu cerah, sinar Mentari telah berhasil memberi hangat seisi bumi menggantikan sejuknya embun pagi. Seorang gadis mungil melangkah dengan pasti kearah sebuah kantor yang gedung nya bisa dibilang mewah. Senyum manisnya merekah dibalik kilau lipstick warna pink kesukaan nya, sinar matanya penuh harap seperti degup jantung dan hasratnya untuk menerima segala ilmu yang akan diterimanya di kantor tersebut. Setelan blous kream berpadu celana pajang membuat penampilan nya terlihat sangat exklusif, tak heran memang ini adalah hari pertama bekerja maka wajar jika dia harus terlihat sempurna atas sampai bawah.

Langkahnya terhenti di depan meja resepsionis guna mengisi buku tamu, hal yang sementara harus dilakukan nya selama menunggu ID karyawan atas namanya selesai dikerjakan departemen HRD. Selesai menandatangani dan berbasa basi dengan resepsionis, diapun langsung menuju ruangan dimana dia akan bekerja, dia tahu orang yang pertama kali dijumpainya tentu saja seniornya, karena user atau Manajernya pasti datang ketika Matahari semakin panas.

“Pagi mba Icha”… sapanya ramah kepada sang Senior

“eh… Susan… pagi banget datang nya, dah sarapan belum?”… hmm.. rupanya seniornya ini lumayan ramah.

“udah tadi mba, makasih ya, mm… pa Andre belum datang ya”… jawab Susan sambil menghidupkan power computer yang akan menjadi bayangan otak ku selama bekerja di kantor Penerbitan ini.

“ya belum lah, Manajer gitu pasti datengnya telat donk, o iya karena kamu masih baru, nanti kenalan dulu sama temen-temen yang lain ya, aku temenin, oke”

Hmm.. senang dengan keramahan dan senyum senior ini… “oke deh mba, atur aja”

******

2 jam waktu yang dihabiskan Susan dan Icha dalam acara perkenalan, maklum saja kantor tersebut memang besar sekali dan dihuni ratusan pegawai, walaupun tidak semua pegawai diperkenalkan, tapi tetap saja ada basa basi ini dan itu, ditambah koordinasi pekerjaan yang dilakukan icha kepada beberapa teman nya yang memaksa Susan berdiri mematung menunggu urusan Icha selesai.

Pak Andre masih belum datang, sementara menurut mba Icha tidak ada tugas urgent yang harus dikerjakan, jadilah Susan hanya melihat-lihat isi file pada komputer sambil bercakap-cakap dengan Icha.

1321291841718943647

“gimana San, temen-temen ku baik-baik semua kan?” Icha membuka percakapan

“iya mba ramah semua, mm.. tapi koq tadi ada yang pakaian nya sexi banget, emang di bolehin ya disini?”… Tanya Susan polos

“oh.. dia orang Marketing, udah pernah di tegur sih tapi dianya tetep keukeuh pake sexi gitu ya udah kita biarin aja, selama dia masih kerja dengan baik, loyal sama perusahaan dan ga mengganggu kerjaan orang lain, ga masalah koq”

“oh… gitu ya mba”

“iya, disini banyak karyawan dengan banyak watak dan sifat masing-masing yang berbeda, walau kadang ada tingkah laku mereka yang menyebalkan dimata kita, buat apa kita permasalahin selama mereka ga ganggu pekerjaan kita, seperti mungkin ada yang lesbian or homo…”

“hah…!!! masa sih mba?” … Susan terkejut

“duh… kamu ga usah kaget begitu, di kantor ini banyak hal-hal yang mungkin tabu bagi kamu, tapi biasa bagi para pelakunya, tapi ya.. that’s world now percuma ditentang juga, biarin aja toh mereka negative hanya di lingkungan nya aja, ga bakal nularin ke kita, kalupun ada orang yang ketularan, ya salah orang itu sendiri kenapa dia ga punya benteng diri, dan sekali lagi, selama mereka masih menghargai, menghormati dan tidak mengganggu kita selama bekerja, so buat apa dipusingin”

“Tapi apa ga takut sama opini masyarakat yang akan menilai negative perusahaan ini?”

“kenapa sih San, koq kamu khawatir amat, kamu terganggu ya?”

“aku sih biasa aja mba, Cuma ya itu dia opini public nanti gimana?

“lah… perduli amat sama opini, selama karyawan-karyawan aneh tersebut masih bisa loyal dan memberi profit bagi perusahaan, apa urusan nya sama masyarakat, jangan salah loh!… kontribusi mereka buat profit perusahaan ga sedikit dan mereka bukan termasuk karyawan pemalas, membatasi ruang gerak mereka sama artinya menutup perusahaan secara pelan-pelan, so kenapa harus dipusingin, toh masing-masing berjalan di Rell nya”

“hmm.. gitu ya mba”

“ya ibaratnya sebuah restoran yang menyediakan 200 macam menu makanan, katakanlah seratus pelanggan hanya menyukai 100 menu selebihnya tidak disukai, tapi apakah kemudian restoran harus membuang 100 menu yang tidak disukai tersebut? atau merombak ke-100 menu tersebut yang pasti hasilnya bukan makin bagus malah jadi aneh rasanya?, ga kan… karena beberapa menu yang tidak disukai tersebut pasti disukai ole pelanggan yang lain yang mungkin jumlahnya lebih banyak, dan lagi-lagi ke-100 menu tersebut memberikan profit buat restoran” … begitulah penjelasan Icha panjang lebar

“Lagian kalo banyak ragamnya kan jadi lebih berwarna ya mba, jadi hidup ga bosen” … tanggapan Susan

“Nah itu tau, pinter kamu”

“Tapi koq diskusinya jadi mbahas menu, saya jadi lapar deh, jam makan siang masih lama ya mba hehe…” … Susan menjawab asal

“yaa… kamu baru masuk dah minta istirahat, nih ada biscuit, ngemil ini aja dulu, sama aku juga tiba-tiba laper nih, hehehe… “

Itulah kisah Susan si anak baru yang Mulai Meraba Keintiman dan keakraban dengan seniornya Icha di kantor barunya, semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar